Satelit Republik Indonesia (SATRIA-1) akan bantu menuntaskan kebutuhan sinyal 4G di 9.113 desa 3T.
• SATRIA-1 akan membantu menuntaskan kebutuhan sinyal 4G di 9.113 desa 3T
• BAKTI telah menyiapkan Hot Backup Satelit untuk SATRIA-1
• Kolaborasi dibutuhkan untuk membuat peran SATRIA-1 sukses memeratakan internet di Indonesia
Jakarta, 31 Juli 2023 – Satelit Republik Indonesia pertama atau yang dikenal dengan SATRIA-1 telah diluncurkan pada 19 Juni 2023 dan akan mengisi orbit di 146 Bujur Timur (BT). kapasitas 150 Gbps, satelit ini akan menghadirkan layanan internet di 50.000 titik fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, kantor pos, dan lain-lain. Namun bagaimana SATRIA-1 bisa diandalkan dalam perannya memacu ekonomi digital di Indonesia, terutama di wilayah terdepan, tertinggal dan terluar (3T)?
Ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan BAKTI (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi) Kominfo dalam membuat semua warga di seluruh Indonesia dapat terkoneksi. Data BAKTI menyebut jika penetrasi internet di Indonesia pada 2023 baru mencapai 78,19 persen dengan 87,55 persen merupakan penetrasi di wilayah Urban, sedangkan di wilayah rural baru 79,79 persen.
Project Manager SATRIA-1, PT Pasifik Satelit Nusantara, Nia Asmady mengatakan bahwa tidak mudah dan butuh waktu lama untuk membuat SATRIA-1 sampai bisa meluncur pertengahan Juni kemarin. Kini, satelit sedang bergerak menuju orbit dengan sistem propulsi elektrik, yang disebut sebagai salah satu inovasi teknologi satelit terkini.
Project Manager SATRIA-1, PT Pasifik Satelit Nusantara, Nia Asmady |
"Satelit masih dalam masa orbit raising, sampai dengan November 2023. Setelah sampai di orbit 146E, akan dilakukan uji coba akhir untuk sistem payload (In-Orbit Testing) dan juga sistem secara secara keseluruhan (End-to-End Testing) sebelum memulai Masa Operasi. Instalasi komponen ruas bumi seperti RF equipment dan sistem monitoring masih berjalan. Perencanaan untuk deployment kapasitas masih dalam tahap finalisasi," papar Nia dalam Talkshow yang diadakan Forum Wartawan Teknologi (FORWAT) di Kafe Greyhound, Jakarta, Senin, 31 Juli 2023.
Proses yang lama ini patut diapresiasi karena menurut Guru Besar Universitas Airlangga, Prof. Henri Subiakto, dampak satelit SATRIA-1 akan sangat luar biasa. Pasalnya, kata dia, ketika jutaan manusia terkoneksi secara teknologi, mereka juga akan terkoneksi secara sosial, politik, dan ekonomi.
Namun begitu, kata Prof. Henri, Satria bukan milik Kominfo atau Bakti, melainkan milik Republik Indonesia. Jadi seluruh kementerian dan lembaga harus memanfaatkannya sesuai trend program transformasi digital.
Guru Besar Universitas Airlangga, Prof. Henri Subiakto, |
"Segera diwujudkan unit yang bertanggung jawab dan mengoperasionalkan pelayanan dan pemanfaatan Satelit SATRIA secara kolaboratif. Dengan demikian, kedaulatan Indonesia di darat dan di angkasa bisa dijaga dengan Satria," ujar Henri.
Pasalnya, menurut dia, dengan 50 ribu terminal yang akan dilayani Satria tidak hanya untuk layanan ekonomi, kesehatan dan sosial politik, tapi SATRIA-1 bisa juga untuk menjaga wilayah NKRI, khususnya untuk penegakan hukum di laut, di hutan- hutan terpencil, dan untuk jaringan internet bagi kepentingan administrasi militer.
"Dengan SATRIA-1 yang merupakan milik RI dan dikendalikan Indonesia, tentu sangat relevan untuk menjaga kedaulatan internet negeri. Beda dengan kalau kita menggunakan satelit Starlink milik Elon Musk, misalnya. Apalagi satu wilayah Indonesia membutuhkan ribuan unit Starlink, berbeda dengan SATRIA-1 yang hanya butuh satu saja untuk saat ini," papar Prof. Henri.
Kepala Divisi Infrastruktur Satelit BAKTI Kominfo, Sri Sanggrama Aradea mengungkap bahwa peluncuran SATRIA-1 digadang mampu menuntaskan kebutuhan sinyal internet, khususnya di wilayah 3T di Indonesia. Pasalnya, meski BAKTI telah menyediakan infrastruktur BTS di 1.882 lokasi, pembangunan Very High-Throughput Satellite (VHTS) SATRIA-1 masih sangat dibutuhkan untuk memberi akses internet pada 50.000 fasilitas publik yang ditargetkan selesai hingga 2025. Ditambah pula dengan Hot Backup Satellite (HBS) yang ditargetkan dapat beroperasi pada Q4 2023 dengan kapasitas 80 Gbps melalui 7 stasiun bumi. Satelit ini disiapkan sebagai infrastruktur cadangan SATRIA-1.
Selain itu, pada 2024 - 2026, Pembangunan twin satellite yang masing-masing dinamakan SATRIA 2A dan 2B juga sudqh direncanakan. Diprediksi kedua satelit itu akan memberikan total kapasitas sebesar 300 Gbps agar layanan internet yang tersedia semakin andal dan cepat.
Dipaparkan Aradea, layanan akses internet 2023 yang diusulkan BAKTI total ada 163.356 lokasi. Namun tahun ini baru 14.360 jumlah lokasi akses internet yang sudah melayani. Ada 91.166 yang belum ter-cover BTS 4G atau transmisi fiber optik, sedangkan 53.198 lokasi sudah tercover dan berpotensi migrasi. Lalu ada 10.000 RTGS diproyeksikan untuk dibangun di awal COD SATRIA-1 sampai Q1 2024, dimana per RTGS AI mendapatkan akses 4 Mbps.
Pentingnya Kolaborasi dan Inovasi
Namun di antara semua hal tersebut, yang terpenting menurut Prof Henri adalah kolaborasi dan inovasi. Saat ini, kelemahan banyak terjadi karena adanya egosentrisme dan kolaborasi atau koordinasi hanya menjadi jargon yang sulit dilaksanakanan.
“Kolaborasi bisa dengan siapa saja. Dengan daerah atau negara lain, dengan rakyat atau smart society. Juga dengan pemerintah pusat, BUMN dan lembaga pusat,” ujar Prof Henri.
Nia mengamini jika memang ada kebutuhan kolaborasi untuk mensukseskan peran SATRIA-1 dalam memacu ekonomi digital Indonesia. Pihaknya pun telah membuka kolaborasi dengan banyak pihak.
“Kerja sama kami, PSN, selaku badan usaha dengan pemerintah, vendor-vendor dan service partner yang akan datang dan masuk ke network kami, punya pengalaman banyak menjalankan proyek SATRIA dengan kolaborasi internasional, beragam negara. Jadi ke depannya harusnya adalah kolaborasi domestik yang kami perkuat dan sinerginya harus didapatkan menjadi kebanggan NKRI,” kata Nia.
“Pemerintah tidak bisa menyediakan akses internet secara merata ini sendirian. Yang terpenting kita bisa bersama-sama melakukan hal ini,” tambah Aradea.
Dengan demikian, cara satelit SATRIA-1 bisa berperan memacu ekonomi digital di wilayah 3T adalah dengan meningkatkan inklusi digital masyarakat. Satelit SATRIA-1 akan memberikan akses internet gratis kepada sekolah, puskesmas, kantor pemerintah, dan fasilitas publik lainnya di wilayah 3T. Hal ini akan memungkinkan masyarakat di wilayah 3T untuk mendapatkan informasi, pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik secara online. Selain itu, satelit SATRIA-1 juga akan membuka peluang bagi masyarakat di wilayah 3T untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital, misalnya dengan menjadi penjual atau pembeli di platform e-commerce, menggunakan layanan perbankan digital, atau mengembangkan usaha kreatif berbasis digital.
Peran satelit SATRIA-1 yang lain adalah dengan mendukung pengembangan sektor-sektor strategis di wilayah 3T. Satelit SATRIA-1 akan memberikan konektivitas yang andal dan berkualitas kepada sektor-sektor seperti pertanian, perikanan, pariwisata, pertambangan, dan energi di wilayah 3T. Dengan adanya akses internet berkecepatan tinggi, sektor-sektor ini dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan inovasi melalui pemanfaatan teknologi digital. Misalnya, petani dapat memantau kondisi tanaman dan cuaca secara real-time, nelayan dapat mengetahui lokasi ikan dan harga pasar secara akurat, pelaku pariwisata dapat mempromosikan destinasi dan layanan mereka secara luas, dan pengusaha pertambangan dan energi dapat mengoptimalkan operasi dan manajemen mereka secara terintegrasi.
Satelit SATRIA-1 memiliki peran yang sangat penting dalam memacu ekonomi digital di wilayah 3T di Indonesia. Satelit ini akan memberikan akses internet berkecepatan tinggi kepada seluruh wilayah Indonesia tanpa terkecuali, sehingga mendorong inklusi digital dan pengembangan sektor-sektor strategis di wilayah 3T. Dengan begitu, satelit SATRIA-1 akan turut berkontribusi dalam mewujudkan visi Indonesia sebagai negara maju dan sejahtera di era digital.***
COMMENTS